Di era digital seperti sekarang, banyak anak muda yang merasa gajinya selalu kurang, tabungannya tak cukup, dan hidupnya tertinggal dari orang lain.
Padahal, secara finansial mereka mungkin sudah stabil. Kondisi ini dikenal dengan istilah money dysmorphia – keadaan ketika seseorang merasa tidak pernah cukup secara finansial meski kenyataannya aman.
Kalau dibiarkan, money dysmorphia bisa membuat seseorang terus cemas, minder, bahkan depresi setiap kali membicarakan uang.
Parahnya lagi, kondisi ini bisa mengganggu kesehatan mental sekaligus pengelolaan keuangan. Tapi tenang, kondisi ini bisa diatasi dengan langkah-langkah sederhana dan konsisten. Yuk, simak caranya!
1. Kenali Pola Pikir Sendiri
Langkah pertama dalam mengatasi money dysmorphia adalah menyadari pola pikir dan pemicunya. Coba deh catat setiap kali kamu merasa cemas soal uang.
Apakah karena melihat teman liburan ke luar negeri? Atau takut tabungan cepat habis meski belum tentu terjadi?
Dengan mencatat hal-hal seperti ini, kamu akan lebih mudah menemukan akar masalahnya dan mulai melatih diri untuk berpikir lebih realistis.
Kadang, masalahnya bukan pada jumlah uang, tapi pada cara kamu memandang uang itu sendiri.
2. Fokus pada Tujuan Finansial Pribadi
Ingat ya, setiap orang punya perjalanan keuangan yang berbeda. Jadi, jangan bandingkan langkahmu dengan orang lain.
Buat daftar tujuan finansial yang spesifik agar kamu punya arah yang jelas, misalnya:
- Jangka pendek: melunasi utang kecil atau menabung untuk liburan
- Jangka menengah: menyiapkan DP rumah atau dana pendidikan
- Jangka panjang: menabung untuk pensiun atau investasi besar
Fokuslah pada progres pribadi, sekecil apa pun itu. Karena dalam keuangan, konsistensi jauh lebih penting daripada kecepatan.
3. Tingkatkan Literasi Keuangan
Rasa cemas soal uang sering muncul karena kurangnya pengetahuan tentang cara mengelola keuangan. Jadi, yuk mulai tingkatkan literasi finansialmu.
Kamu bisa:
- Ikut kelas atau webinar keuangan
- Baca buku dan artikel finansial
- Dengarkan podcast edukasi ekonomi
- Ikuti akun media sosial yang membahas finansial secara realistis
Dengan ilmu yang cukup, kamu akan lebih percaya diri mengambil keputusan dan bisa membedakan mana kebutuhan dan mana keinginan.
4. Hindari Perbandingan dengan Orang Lain
Media sosial sering kali jadi sumber “racun” finansial. Melihat orang lain sukses di usia muda bisa membuat kita merasa tertinggal.
Padahal, yang ditampilkan di media sosial hanyalah highlight terbaik, bukan keseluruhan realita hidup mereka.
Kalau kamu merasa media sosial mulai membuatmu overthinking, coba kurangi waktu scrolling. Gunakan waktu itu untuk mengembangkan diri atau merencanakan strategi keuangan pribadi.
Hidupmu nggak harus terlihat “wah” di luar, yang penting tenang dan stabil di dalam.
5. Buat Kebiasaan Finansial Positif
Bangun rutinitas kecil yang berdampak besar untuk keuanganmu, seperti:
- Menabung rutin setiap bulan (nggak masalah mulai dari kecil)
- Membuat anggaran pengeluaran bulanan
- Mencatat semua pemasukan dan pengeluaran
- Gunakan fitur digital seperti e-wallet atau aplikasi keuangan untuk memantau cashflow
Kebiasaan kecil ini bisa membantu kamu membentuk pola pikir yang lebih sehat terhadap uang dan mengurangi kecemasan finansial secara perlahan.
6. Bicara dengan Ahli Jika Dibutuhkan
Kalau money dysmorphia sudah mengganggu keseharian, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional. Kamu bisa konsultasi dengan:
- Ahli keuangan (financial planner) untuk menyusun strategi finansial
- Psikolog jika tekanan emosional terasa berat
Mendapatkan pandangan dari ahli bisa membantu kamu menemukan solusi yang sesuai dengan kebutuhan pribadi dan kondisi finansialmu saat ini.
Money dysmorphia bukan soal kurangnya uang, tapi soal cara kita memandang dan merespons uang. Di era media sosial, tekanan untuk “terlihat sukses” memang besar, tapi bukan berarti kamu harus terjebak di dalamnya.
Fokuslah pada proses, tingkatkan literasi keuangan, dan rawat kesehatan mentalmu. Karena sejatinya, kaya bukan hanya soal isi rekening, tapi juga tentang rasa tenang dalam menjalani hidup.